Rabu, 16 Mei 2018

bani Ayyubiyah

Bani Ayyubiyah

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH DAN PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH

Salahudin Al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Al-ayyubiyah di Mesir yang pada masa hidupnya terkenal sebagai ahli ilmu agama Islam yang menganut paham Sunni. Beliau lahir di Tikriet, Irak pada tahun 532H/1137M. Sholahuddin terlahir dari keluarga Kurdi di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nuruddin Zanki.
Selain belajar Islam, Salahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Bersama dengan pamannya Sholahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiah (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Mengapa disebut dengan dinasti Al-ayyubiyah?
Bani Ayyubiyah merupakan keturunan Ayyub, seorang keturunan suku Kurdi dari Azerbaijan. Nama Ayyubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahudin, yaitu Najmudin bin Ayyub. Sebenarnya dinasti ini berbentuk persatuan beberapa dinasti yang tunduk kepada satu dinasti yang dipimpin oleh kepala keluarga. Tiap dinasti diperintah oleh seorang anggota keluarga Ayyubiyah. Dinasti ini mempunyai kekuasaan di Mesir, Suriah, Dyarbakr, dan Yaman. Pembentukan dinasti ini juga mempunyai kaitan erat dengan Imadudin Zanki yang menggantikan panglima Tutusy. Dalam catatan sejarah, Imadudin terkenal sebagai salah seorang panglima yang mengerahkan kekuatan islam untuk menhgadapi pasukan tentara salib. Setelah ia meninggal digantikan oleh putranya, Nurudin Zanki.
Pada masa mudanya, Salahuddin Al-Ayyubi kurang terkenal di kalangan masyarakat. Ia senang berdiskusi tentang ilmu kalam, ilmu fikih, alquran dan hadits. Shalahuddian Al-Ayyubi kemudian diperkenalkan oleh ayahnya kepada Nuruddin Zanki. Pada masa Nuruddin Zanki, gubernur syuriah dari Bani Abbasiyah, Salahudin al-Ayyubi diangkat sebagai kepala garnisun di Balbek.
Salahudin Al-Ayyubi mulai dikenal oleh kalangan masyarakat ketika beliau menjadi tentara pejuang mendampingi pamannya, Assadudin Syirkuh, yang mendapatkan tugas dari Nurudin Zanki untuk membantu mengembalikan kekuasaan Dinasti Fathimiyah di Mesir pada tahun 1164 M. Perdana menteri Syawar yang dikudeta oleh Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah mesir kepada Shalahudin Al-Ayyubi jika ia berhasil mengalahkan Dirgam. Ternyata Salahudin berhasil mengalahkan Dirgam dan akhirnya Perdana Menteri Syawar bisa menduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M.
Tiga tahun kemudian Salahudin Al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini terjadi karena syawar bersekutu dengan Amauri (pimpinan pasukan tentara salib) yang dulu pernah membantu Dirgam. Keadaan ini sangat membahayakan posisi Nurudin Zanki dan umat Islam. Peperangan pun terjadi antara Salahudin melawan Syawar dan Amauri. Pada mulanya pasukan Salahudin berhasil menduduki kota Iskandariyah, tetapi ia dikepung dari darat dan laut oleh tentara salib yang dipimpin oleh Amauri.
Ada beberapa kemajuan dalam perkembangan kebudayaan/ peradaban pada masa dinasti Al-Ayyubiyah yaitu:
1. Kemajuan di bidang Pendidikan
Pada masa Salahudin Al-ayyubi, Syria menjadi kota pendidikan yang besar. Ibnu Jubair yang mengunjungi Damaskus pada tahuan 1184 mendapati sekitar 20 madrasah yang bebas biaya. Kemudian Salahudin memperkenalkan sekolah model madrasah ini ke Mesir, Yerusalem dan Hijaz. Salah satu akademi terkemuka pada masa itu adalah akademi Ash-Shalahiyah di Kairo. Pada masa Al-Adil juga dibangun sekolah dengan nama Al-Adliyah di Damaskus.
2. Kemajuan di bidang kesehatan
Di samping mendirikan madrasah, Salahudin juga mendirikan dua  rumah sakit di Kairo. Sebelumnya, Ibnu Thulun dan Khalifah Kafur dari masa pemerintahan Iksidiyah telah mendirikan lembaga yang sama yang berfungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan masyarakat.
3. Kemajuan di bidang Arsitektur
Salah satu peninggalan yang menunjukan kemajuan arsitektur pada masa dinasti Al-Ayyubiyah adalah benteng Kairo yang disebut Qal’ah Al-Jabal, dibangun pada tahun 1183 M oleh Salahudin Al-Ayyubi. Bahan bangunan yang digunakan adalah batu-batuan alam yang berbentuk balok, serupa dengan batu yang dipakai bangunan piramida. Konstruksi benteng ini menyerupai benteng-benteng Normandia yang terdapat di Palestina.
4. Kemajuan di bidang Pertanian dan perdagangan
Pada masa Al-Kamil sumbangan yang diberikan untuk masyarakat pada masa itu adalah irigasi dan majunya pertanian. Di samping itu, ada penandatanganan perjanjian dagang dengan negara-negara Eropa.

Pertumbuhan dan perkembangan Al-Azhar
Nama Al-Azhar dikenal pada masa Dinasti Fathimiyah menguasai Mesir, yang didirikan di Kairo Mesir oleh seorang panglima yaitu Jauhar Al-Katib Al-Siqili atas perintah dari khalifah al-Muiz Lidinillah pada tahun 359H/970M. Pada mulanya Al-Azhar ini bernama masjid Al-Qahirah atau masjid Jami’ Al-Qahirah yang diambil dari nama ibukota dimana masjid itu didirikan. Dalam perkembangannya setelah Dinasti Fathimiyah runtuh         ( 1171M) dan kemudian dikuasai oleh Salahudin Al-Ayyubi yang menganut paham Suni. Kemudian Salahudin membuat kebijakan baru mengenai al-Azhar yaitu Al-Azhar tidak boleh lagi digunakan sebagai shalat jumat dan madrasah serta dilarang untuk tempat belajar dan mengkaji ilmu-ilmu, baik ilmu agama maupun umum. Alasannya karena pada masa Dinasti Fathimiyah digunakan  sebagai alat propaganda ajaran Syiah sedangkan Salahudin sendiri berorientasi kepada Suni. Meskipun begitu, penutupan Al-Azhar sebagai masjid dan perguruan tinggi bukan berarti dinasti ini tidak memperhatikan bidang-bidang agama dan pendidikan, bahkan pendidikan mendapatkan perhatian yang baik, dibuktikan dengan pembangunan madrasah-madrasah, pengkajian tinggi (kulliyat). Kurang lebih ada 25 kulliyat antara lain Manazil al-‘iz, al-Kulliyat al-Adilliyah, al-Kulliyat al-Arsufiyah, al-Kulliyat al-Fadilliyah, al-Kulliyat al-Azkasyiayah, al-Kulliyat al-‘Asuriyah.
Kompleks Al-Azhar, pada mulanya masjid yang didirikan tahun 970 pada awal Dinasti  Fatimiah oleh  Jauhar as-Siqilli
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al-Aziz Imadudin Usman, putra Salahudin Al-Ayyubi, Abdul Al-Latif Al-Baghdadi datang mengajarkan mantiq dan bayan di Al-Azhar.
Perkembangan Al-Azhar ditandai dengan berbagai kemajuan dari masing-masing periode. Perkembangan setelah dinasti Al-Ayyubiyah dilanjutkan oleh dinasti Mameluk. Pada masa ini memerintahkan kepada ulama supaya membukukan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Buku-buku tersebut di tulis dalam bentuk ensiklopedi dengan maksud diperuntukkan mahasiswa yang ingin memperdalam pengetahuan.
Sebelum tahun 1872, ijazah yang diberikan pada peserta didik tidak melalui ujian, tetapi berdasarkan keputusan pribadi masing-masing guru.
Perkembangan selanjutnya pada masa kepemimpinan Syekh Muhamad Abbasi Al-Mahdi Al-Hanafi, rektor Al-Azhar ke-21 mulai ada pembaharuan yaitu ada ujian untuk mendapatkan ijazah dengan diuji dalam bidang usul, fiqih, tauhid, hadits, tafsir, nahwu, saraf, ma’ani, bayan, badi’ dan mantic. Pada bulan maret 1885 keluar peraturan tentang tenaga pengajar di Al-Azhar yaitu syarat sebagai tenaga pengajar telah menyelesaikan buku-buku induk tersebut diatas.
Pada abad 20 ini Al-Azhar mulai memperhatikan hasil-hasil yang telah dicapai dalam bidang keislaman dan kearaban. Usaha-usaha untuk mengikuti perkembangan zaman adalah dengan mengirimkan alumni yang dipandang mampu untuk belajar di Eropa dan Amerika.

Bani Abbasiyah

MENGIDENTIFIKASI TOKOH ILMUWAN MUSLIM DAN PERANNYA DALAM KEMAJUAN KEBUDAYAAN/PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH

PENDAHULUAN
Cobalah kalian ceritakan sedikit tentang kebudayaan/peradaban manusia saat ini. Kalian pasti tahu bahwa apa pun yang ada saat ini, tak mungkin bisa terjadi jika tidak ada masa yang lalu. Kalau begitu berarti kita mestinya mengetahui jasa-jasa para pendahulu kita. Nah, untuk itu mari kita mencoba mencari tahu apa yang telah terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah.
Pada masa Dinasti Abbasiyah Islam mencapai masa keemasannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu bergairahnya kehidupan kailmuan pada masa itu sehingga bermunculan tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh di dunia dalam segala bidang ilmu pengetahuan.
Bidang Ilmu pengetahuan apa sajakah itu? Apa sih Baitul Hikmah? dan siapakah tokoh-tokoh yang dikatakan sangat berperan di dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum dan agama?. Mengapa mereka sangat berperan dalam ilmu pengetahuan umum dan agama? Bagaimana dampaknya dalam kehidupan saat itu? Nah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu semua, mari kita bahas bersama.

1 Kamajuan-Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan Umum.
Coba kalian ingat kembali bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan di zaman Dinasti Umayah dan di zaman Khulafaurrasyidin serta di masa Rasulullah saw. Ayo sejak kapan gerakan pengembangan ilmu pengetahuan di zaman Abbasiyah di mulai? awal gerakan pengembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa Khalifah ke-2 Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Ja’far al-Mansur. Beliau mengundang para ulama dan cerdik cendekia dari berbagai bangsa dan latar belakang agama ke Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Abbasiyah. Di kota ini mereka memperoleh fasilitas yang cukup istimewa dari khalifah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada zaman Dinasti Abbasiyah sangat di tentukan oleh perkembangan bahasa Arab. Juga dipengaruhi oleh terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan seperti Persia, Yunani, dan India.
Ilmu Agama Islam yang telah ada sebelumnya, dikembangkan dengan lebih sistematis dalam berbagai bidang seperti tafsir, fikih, hadits, (teologi) ilmu kalam, bahasa dan satra Begitu juga pengembangan ilmu-ilmu umum dan filsafat melalui penerjemahan, kajian, komentar, dan penjelasan terhadap khasanah intelektual Persia, Yunani, dan India dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Waktu penerjemahan itu berlangsung, Yunani tengah berada dalam kemunduran di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Para ilmuwannya mendapat tekanan dari para penguasa Yunani saat itu. Kaum musliminlah yang kemudian menghidupkan kembali tradisi keilmuan dan filsafat Yunani dengan prinsip dan nilai-nilai keislaman.
Mereka tidak sekedar menerjemahkan Khasanah intelektual Yunani ke dalam bahasa Arab, tetapi juga menganalisis, mengomentari, memberikan penjelasan, melakukan sintesis, dan memasukkan hasil penyelidikan mereka terhadap karya para intelektual Yunani tersebut.
Tradisi keilmuan yang sudah dikembangkan oleh khalifah Abu Ja’far al- Mansur diteruskan oleh khalifah sesudahnya, seperti Harun al-Rasyid, Abdullah al-Makmun dan al-Mu’tasim. Puncak kegiatan penerjemahan secara besar-besaran terjadi pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, yaitu Abdullah al-Ma’mun. secara khusus Abdullah al-Ma’mun mengirim utusan ke Yunani untuk mencari naskah asli dan manuskrip kuno. Selanjutnya naskah dan manuskrip tersebut diterjemahkan oleh sebuah tim yang diantaranya adalah Hunain bin Ishaq, Yahya bin al-Bitrik, al-Hajaj bin Mattar, dan Yahya bin Musawwiyah.
Selain itu al-Ma’mun juga mengembangkan Baitul Hikmah, yaitu lembaga penerjemahan, pengkajian dan penelitian yang dirintis oleh ayahnya. Lembaga ini dilengkapi dengan perpustakaan yang menyimpan buku dalam jumlah yang sangat banyak melalui kegiatan penerjemahan tersebut hampir semua buku ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dapat diketahui oleh kaum muslimin di kota Baghdad maupun daerah lain dalam kekuasaan Islam.

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Dinasti Abbasiyah
Gerakan penerjemahan  di zaman dinasti Abbasiyah terjadi dalam tiga fase, yaitu fase pertama pada masa khalifah Abu Ja’far al-Mansyur sampai Khalifah Harun al-Rasyid berkuasa. Pada fase ini banyak diterjemahkan buku dalam bidang astronomi dan ilmu mantiq. Fase kedua berlangsung pada masa Khalifah Abdullah al-Ma’mun sampai dengan tahun 300 Hijriyah. Buku-buku yang banyak diterjemahkan pada fase ini adalah bidang filsafat dan kedokteran. Sedangkan fase ketiga dimulai sejak tahun 300 Hijriyah sampai pada masa kekhalifahan al-Mu’tasim.
Perkembangan filsafat, astronomi dan kedokteran terjadi pada fase pertama dan kedua. Meskipun filsafat pertama kali diadopsi dari Yunani melalui penerjemahan, namun cendekiawan muslim waktu itu mengembangkannya dengan penambahan komentar, analisis dan sintesis sehingga menjadi sistem filsafat yang mandiri dengan masukan ruh dan nilai keislaman.
Pengembangan astronomi secara serius pertama kali dimulai oleh al-Fazari saat menerjemahkan buku Sitdhata dari bahasa India ke dalam bahasa Arab. Setelah itu diteruskan dengan diterjemahkan Almagest karya Ptolomeus dari Yunani. Pada perkembangan berikutnya, astronomi yang semula diadopsi dari India dan Yunani dikembangkan melalui kajian dan penelitian sehingga menjadi yang terbaik di bidang tersebut.
Kedokteran merupakan bidang yang pertama kali dikembangkan oleh para Khalifah dinasti Abbasiyah setelahn ilmu keagamaan. Perhatian para Khalifah terhadap kesehatan rakyatnya, ikut memperlancar perkembangan ilmu kedokteran ini. Banyak hasil-hasil penemuan para ilmuan muslim di bidang kedokteran yang menjadi rujukan pengembangan bidang kedokteran hingga menjadi seperti saat ini.

B. Peran Baitul Hikmah dalam Transformasi Ilmu Pengetahuan
Baitul Hikmah merupakan pusat keunggulan dan kebangkitan dinasti Abbasiyah serta dunia Islam waktu itu. Pendiriannya di rintis oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan dikembangkan oleh anaknya Abdullah al-Makmun.
Lembaga dilengkapi perpustakaan yang sangat lengkap, ruang baca yang sangat indah dan menyenangkan. Di samping itu juga dilengkapi tempat tinggal para penerjemah dan ruang pertemuan para ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai macam ilmu pengetahuan. Sebagai pusat kajian dan penelitian, Baitul Hikmah juga dilengkapi observatorium untuk mengamati dan meneliti peredaran tata surya, bulan dan bintang.
Ilmuwan yang terlibat dalam usaha penerjemahan di Baitul Hikmah sangat banyak dan berasal dari beragam latar belakang sosial dan agama. Diantara mereka adalah Yahya bin Abi Mansur, Qusta bin Luqa, Hunai bin Ishaq dan Sabian Thsabit bin Qurra.
Semula, penerjemahan dilakukan dengan menerjemah khazanah intelektual Yunani yang sudah berbahasa Suriah ke dalam bahasa Arab. Setelah itu dilakukan penerjemahan secara langsung khazanah intelektual Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama dalam bidang kedokteran dan astronomi yang diperlukan untuk mengetahui arah Ka’bah, Kiblat bagi umat Islam dalam melaksanakan shalat.
Untuk mendapatkan khazanah intelektual Yunani, Khalifah Abdullah al- Ma’mun mengirim utusan kepada Raja Roma. Leo Armenia, agar mencarikan manuskrip Yunani kuno untuk di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Manuskrip yang di terjemahkan ada yang berkaitan dengan bidang fisika, kedokteran, filsafat, logika, meteorologi, mineralogi, botani, astronomi, dan ilmu bumi. Prestasi lain yang menonjol dari Baitul Hikmah adalah keberhasilan lembaga ini menemukan susunan peta bumi.
Usaha penerjemahan dan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di Baitul Hikmah berdampak pada penggunaan bahasa Arab di berbagai wilayah Islam. Bahasa Arab di pakai di mana-mana dan menggantikan bahasa Yunani dan Persia sebagai bahasa administrasi. Ilmu pengetahuan, filsafat dan bahasa diplomasi. Bahkan bahasa Arab ini menjadi pengganti bahasa Latin yang digunakan oleh penduduk Afrika. Bahasa Mesir, bahasa Siria, dan beberapa bahasa yang ada di wilayah kekuasaan Islam.
Kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan inilah yang pada akhirnya memberikan dorongan yang sangat besar bagi kebangkitan ilmu pengetahuan di benua Eropa sampai saat ini. (Mahfuzh, 2004: 4-7)         
      
C. Ilmu Pengetahuan dan Tokoh-tokoh Ilmuwan Muslim serta Peranannya
Sebagai generasi muda Islam, kalian pasti bangga dengan para tokoh cendekiawan muslim yang nama mereka tersohor di dunia. Mereka bagaikan Matahari yang menyinari gelapnya dunia dengan ilmu pengetahuan yang mereka temukan. Namun demikian kalian tidak usah terlarut dalam kebanggaan, dan harus berusaha meneladani mereka dalam mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut para tokoh tersebut mari kita pelajari bahasan berikut dengan baik.
1 Bidang Filsafat
Apa sih filsafat itu? Filsafat adalah induk dari semua ilmu. Ada juga yang berpendapat bahwa filsafat itu adalah ilmu segala yang ada. Semula, filsafat diadopsi dari yunani oleh kaum muslimin. Kemudian disempurnakan sehingga menjadi sistem filsafat sendiri, yaitu filsafat islam. Para tokoh yang berperan dalam pengembangan filsafat di zaman Dinasti Abbasiyah antara lain : al-Farabi, al-Gazali, Ibnu Sina, dan al-Kindi. Ada pun profil tokoh yang diketengahkan disini al-Kindi, karena beliau adalah sebagai filsuf pengerak dan pengembang ilmu pengetahuan.

Al-Kindi
Al-Kindi adalah filusuf besar pertama Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq bin Sabah bin Imran bin Muhammad bin al-Asy’as bin Qais al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari salah satu suku Arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku Kindah. Beliau lahir di Kufah pada tahun 801 M dan meninggal pada tahun 869 M. Pada masa khalifah al-Amin, al-Makmun, al-mu’taksim, al-Wasiq, dan al-Mutawakil, beliau diangkat sebagai guru sekaligus tabib kerajaan.(Darsono. dkk, 2007: 43)
Ayahnya bernama Ibnu as-Sabah. Ia pernah menjabat Gubernur Kufah pada masa Khalifah al-Mahdi dan Harun al-Rasyid. Al-Kindi sebelum pindah ke Basra untuk menuntut ilmu yang lebih banyak, ia telah menunjukkan kecakapannya dan minatnya yang amat besar terhadap ilmu pengetahuan, serta ketekunannya belajar sejak usia belia. (Arsyad, 1995: 48)
Al- Kindi sangat produktif dalam menulis buku. Beliau memiliki 265 judul buku dalam berbagai bidang ilmu seperti: filsafat, logika, astronomi, kimia, kedokteran, ilmu hitung, ilmu jiwa, politik, optik, matematika, dan teori musik. Tapi sayang, karya tulis tersebut tidak ditemukan lagi. Sedangkan karya tulis al-Kindi yang lain diantaranya:
1. Risalah fi Taqdimat al-Ma’rifah bi al-Ahdats, tentang ramalan dengan mengamati gejala meteorologi
2. Risalah fi Istikharaj Bu’da Markaz al-Qamar min al-Ardh, tentang perhitungan jarak antara pusat bulan dan bumi.
3. Risalah fi’illat Nafts ad-Damm, tentang hemoptesis (batuk darah dari saluran pernapasan)
4. Risalah fi’Amal Syakl al-Mutawassithayn, tentang konstruksi bentuk garis-garis tengah
5. Kitab fi al-Khalq an-Nusbiyah wa az-Zamaniyah, tentang mengukur perbandingan-perbandingan dan masa.
6. Risalah fi Amalis samiti ‘ala Kurah, tentang konstruksi sebuah azimuth atas sfera. (Arsyad, 1995: 55-56)
Al-Kindi dikenal sebagai filusuf muslim pertama karena beliau adalah orang islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, pengetahuan filsafat masih didomonasi orang-orang Kristen Suriah. Selain menerjemahkan, beliau juga dikenal menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Beliau juga  merupakan pemikir muslim pertama yang menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu yang mulia. Beliau melukiskan filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat kedudukan agama.
Jiwa atau roh merupakan salah satu pokok pembahasan al-Kindi, beliau membagi jiwa atau roh ke dalam tiga daya, yaitu barnafsu, pemarah, dan berpikir. Daya berpikir adalah daya terpenting karma daya itu mengangkat kedudukan manusia menuju darajat yang lebuh tinggi. (Darsono. dkk, 2007: 44).

2 Bidang Kimia
Kalian sudah pasti mengetahui ilmu kimia itu apa? Ilmu kimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang susunan, reaksi dan sifat dari suatu zat. Ilmu ini sudah ditemukan dan dikembangankan oleh para ilmuwan muslim di zaman dinasti Abbasiyah. Ilmuwan sesudahnya termasuk barat mengadopsi dari pemikiran dan penemuan mereka. Diantara tokoh ilmuwan muslim di bidang kimia adalah: al-Razi (Razes), dan Jabir bin Hayyan yang sekelumit profilnya sebagai berikut:

Jabir Ibnu Hayyan
Jabir Ibnu Hayyan merupakan salah seorang yang dianggap paling pantas sebagai wakil utama alkemi (ahli kimia) Arab pada masa-masa awal perkembangannya. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Jabir bin Hayyan al-Kufi as-Sufi. Sumber lain menyebutnya sebagai Abu Musa bukan Abu Abdullah. Beliau lahir pada tahun 721 M dan meninggal pada tahun 815 M. Ayahnya bernama Hayyan, adalah seorang ahli obat-obatan dari Kufah yang kemudian pindah ke tus.
Arena kehidupannya, tidak hanya terbatas pada masalah berupa kenyataan-kenyataan empiris, melainkan juga melibatkan unsur-unsur legenda dan mistis. Misalnya saja dalam mengklasifikasi pelbagai ragam benda, yang dalam hal ini tersusun atas unsur-unsur kimia. Beliau membaginya menjadi tiga yakni: tubuh, nyawa, dan akal. Dalam kaitannya dengan unsur-unsur kimia maka  emas (Au) dan perak (Ag) termasuk bagian tubuh. Sulfur (S) dan arsenik (As) termasuk bagian nyawa. Sedang merkuri (Hg) atau air raksa dan sal ammoniak (batu bara dan sari minyak) tergolong bagian akal.
Jabir Ibnu Hayyan berguru kepada beberapa orang, Ja’far ash-Shadiq menurutnya adalah tambang kearifan. Ja’far ash-Shadiq merupakan seorang imam yang paling sering disebut-sebut sebagai tokoh yang amat berpengaruh kuat pada pembentukan kepribadian keagamaan Jabir. Jabir berguru pada seorang Rahib, Udhn al-Himar, Khalid Barmaki, serta Yahya dan Ja’far. Kepada tokoh-tokoh ini pernah ia persembahkan beberapa karyanya.
Ketika berada di Kufah, Jabir bahkan mendirikan sebuah Laboratorium untuk keperluan eksperimen-eksperimennya (sublimasi, kristalisasi, penyaringan, dan lain sebagainya), karena baginya, eksperimen merupakan aspek paling penting dalam kimia. Menurut Jabir, seorang yang tidak meletakkan dasar pengetahuannya atas bukti eksperimen, maka besar kemungkinan akan melakukan kekeliruan-kekeliruan. Nilai ilmu kimia tidak diakui oeh apa yang telah dibacanya, melainkan oleh apa yang telah diuji dan dibuktikan kebenarannya lewat eksperimen-eksperimen. (Arsyad, 1995: 23-31)
Diantara karya intelektual Jabir bin Hayan di bidang kimia adalah az-Zibabi as-Syarqi (konsentrasi emas dengan Mercuri imur). Dan al-Kimya.


3.   Bidang Matematika
Bidang yang satu ini kalian hadapi sehari-hari. Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelejari ilmu hitung (angka). Saat kalian melihat jam, sebelum berangkat ke Madrasah, atau saat membayar sembako dan beragam kegiatan yang selalu berhubungan dengan angka. Tahukah kalian angka yang kita gunakan sehari-hari asal-usulnya berasal dari India?
Angka tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Sindhind (Asli India) yang bekerja pada majlis al-Mansur sebagai astronom pada tahun 754 – 775 M. semula ia hanya mengenalkan angka 1,2,3,4, dan 5. Deretan angka ini disebut raqm al-Hindi. Angka selanjutnya 6,7,8, 9 dan 0 diciptakan oleh ilmuwan muslim bernama al-Khwarizmi. Setelah tercipta angka mulai 0 sampai 9 selanjutnya dikenal sebagai angka Arab.
Al Khwarizmi
Nama lengkapnya, Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khwarizmi. Di Eropa (barat), lebih dikenal dengan nama Algoarismi atau Algorism. Beliau seorang ahli matematika, astronom dan ahli geografi. Al-Khwarizmi atau di Prancis dikenal dengan Augrism, di Inggris Augrim, di Spanyol Algoarisme. Dan akhirnya nama tersebut menjadi sebuah monumen dalam sejarah aljabar, yang kini telah berkembang pesat menjadi matematika. Dan yang penting diketahui bahwa beliaulah orang muslim pertama, dan ternama, dalam ilmu hitung atau matematika, karena beliaulah yang menemukan ilmu itu.(Watt, 1997: 47-48)
Beliau lahir di Khwarizm, Usbekistan pada tahun 780 M dan meninggal pada tahun 850 M., di Baghdad. Dalam usia mudanya, selama Khalifah al-Ma’mun, beliau bekerja di Baituk Hikmah di Baghdad. Di sana ia bekerja dalam sebuah observatori tempat ia menekuni studi matematika dan Astronomi. Beliau juga dipercaya memimpin perpustakaan sang Khalifah.(Arsyad, 1995: 33-34).
Dalam bidang aljabar, belum pernah ada metode yang bagus kecuali setelah al-Khwarizmi menulis buku yang berjudul al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabala. (Amin, 1995: 78)
Misalkan persamaan:
x² + 5x + 4 = 4 – 2x + 5x³.
dengan aljabr,ia akan menjadi:
x² + 7x + 4 = 4 + 5x³.
Sedangkan dengan al-Muqabala, akan disederhanakan menjadi: x² + 7x = 5x³. (dengan catatan tambahan bahwa ia masih bisa lebih disederhanakan lagi menjadi: -5x³ + x² + 7x = 0 dan dengan begitu harga x yang terdiri dari x1, x2 dan x3 dapat dicari). Tidak hanya itu saja beliaulah yang menemukan angka nol yang akhirnya digunakan untuk menyebutkan angka puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. (Arsyad, 1995: 43)
Ada pun karya-karya yang terkenal antara lain:
a. al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah.
b. Hisab al-Adab al Hindi
c. Mafatih Al-Ulum.
d. Zij as-Sindhind.

4.   Bidang Kedokteran
Bidang kedokteran dan pengobatan merupakan kajian pertama kali sesudah ilmu agama yang dilakukan oleh ilmuwan muslim di kota baghdad saat pengembangan ilmu pengetahuan menjadi fokus perhatian Dinasti Abbasiyah.
Ada tiga hal yang menyebabkan bidang kedokteran diletakkan dalam urutan pertama dalam kajian keilmuan yaitu, Pertama: Profesi dokter mendapatkan penghidupan yang sangat baik. Kedua: Tingginya perhatian para khalifah, khususnya pada masa Harun al-Rasyid terhadap kesehatan rakyat. Ketiga: Menyebarnya penyakit mata akibat udara panas di gurun pasir. Para ilmuwan di bidang kedokteran pada zaman dinasti Abbasiyan antara lain: Yuhana bin Musyawaih, at-Tabari, al-Razi, Ibnu Sina. Salah satu tokoh muslim tersebut yang kami ketengahkan saat ini adalah Ibni Sina. Ada pun sekelumit profil Ibnu Sina Adalah Sebagai berikut:

  Ibnu Sina
Ibnu Sina yang lebih dikenal di barat dengan nama Avicenna mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Huseyin bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Beliau lahir pada tahun 980 M di Desa Afshanah dekat kota Kharmaitan Propinsi Bukhara Afghanistan meninggal di Hamadhan, dalam usia 58 tahun, pada tahun 1037 M.
Ibnu Sina mulai belajar pada usia dini, 5 tahun. Dan hanya dalam waktu 13 tahun saja, berarti pada usia remaja, 18 tahun, Ibnu Sina telah menguasai seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada pada waktu itu. Pada masa kecilnya, ia dibimbing dan dididik belajar oleh Abu Abdullah Natili, seorang sahabat karib ayahnya, Abu Bakr al-Khwarizmi dan oleh Ismail az-Zahid dalam ilmu akhlak, fiqih dan tasawuf serta oleh ayahnya sendiri.
Ibnu Sina sangat tekun dalam belajarnya, hal ini dapat diketahui ketika belajar metafisika. Buku “Metaphysics of Aristotle” dibacanya berulang-ulang hingga 40 kali, karena sulitnya mengerti isi buku tersebut. Namun tanpa mengenal rasa bosan dan lelah, ia membaca terus sampai akhirnya isi buku itu dapat di pahami ketika membaca buku karangan al-Farabi, “Tentang tujuan Ilmu Fisika”, yang merupakan komentar atas buku Aristoteles.
Ibnu Sina dalam hidupnya menuai pro dan kontra. Kadang ada sebagian pihak yang berkomentar menyudutkan ia sebagai orang yang senang berfoya-foya, namun ada pula yang menyebutkan beliau  merupakan ilmuan yang taat beribadah. Beliau pernah mengungkapkan: “Setiap aku menyangsikan suatu soal dan tidak mendapatkan batas pengertian yang benar dalam perbandingannya, aku senantiasa ke Masjid melakukan shalat, memohon kepada Tuhan hingga terbuka bagiku soal itu dan memecahkannya dengan mudah. Aku meletakkan lampu di hadapanku, lalu terus membaca dan mengarang. Bila rasa kantuk amat mendesak, atau badanku merasa letih sekali, aku lalu minum secangkir hingga timbul lagi kesegaranku, dan aku teruskan membaca lagi. Tetapi jika kantuk tak tertahankan, aku lalu tidur dan biasanya aku bermimpi tentang soal-soal yang belum selesai dalam pikiranku. Di dalam mimpi itu, kebanyakan soal-soal itu biasanya menjadi terang masalahnya”. Pada bagian lain ia mengaku tetap menjalani pengabdian yang sebaik-baiknya kepada Tuhan. (Arsyad, 1995: 159-162).
Ada pun di antara sekian bayak buku karya-karya Ibnu Sina yang terkenal adalah sebagai berikut:
a. Asy-Syifa’ (penyembuhan);
b. Al-Qonun fit-Tib (Peraturan-Peraturan dalam Kedokteran);
c. Al-Isyarat wa at-Tanbihat (Isyarat dan Penjelasan);
d. Mantiq al-Masynqiyyin (Logika Timur)
Selain karya-karya tersebut beliau juga memberikan sumbangan pemikirannya dalam bidang Filsafat, dan Astronomi.

5.   Bidang Astronomi
Astronomi itu apa sih? Astronomi adalah ilmu luar angkasa, tata surya, seperti tentang perbintangan, matahari, bulan dan lain-lain. Para tokoh muslim yang terkenal di bibang ini pada zaman Dinasty Abbasiyah adalah: Ibrahim al- Farazi, al- Batanni, al- Biruni, dan salah satu dari mereka adalah al- Fargani yang di ketengahkan berikut ini:

Al-Farghani
Di Barat al-Fargani dikenal dengan nama Alfarganus. Nama lengkapnya adalah Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Katir al-Fargani. Karya terbesarnya berjudul al-Mudkha ila ilmi al-Hayat al-Aflak. Selain karya tersebut terdapat juga karyanya yang berjudul al-Fusul Ikhtiyar al-Majisti, dan kitab al-‘Amal al-Ru’yat.
Berkat kepandaiannya dalam bidang astronomi. Al-Fargani dipercaya menjadi pengawas dalam pembangunan nilometer (alat pengukur pasang surutnya air sungai) di Fustat oleh Khalifah al-Mutawakkil.(Mahfuzh, 2004:12) Dan pada waktu Khalifah al-Ma’mun ia berhasil membuat jadwal Apogee/Apogeum dan Perigee/perigeum (titik terdekat pada lintasan bulan, atau satelit buatan, dengan bumi) masing-masing planet dengan sistem koresponden Episikel (suatu lingkaran kecil dimana didalamnya berputar sebuah planet dengan kecepatan tetap) ke dalam Eksentrisitas-eksentrisitas (merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan macam bentuk irisan sebuah kerucut) dan elips-elips yang terdapat dalam astronomi modern. .(Arsyad, 1995:67).
Pengaruh Islam (Arab) dalam ilmu Astronomi terlihat jelas dalam nama-nama gugusan bintang yang berasal dari bahasa Arab.
D. Dampak Kemajuan Ilmu Pengetahuan Umum bagi Perkembangan Umat Islam
Ilmu pengetahuan yang berkembang di zaman dinasti Abbasiyah sangat luas. Tidak saja ilmu pengetahuan bidang keagamaan, tetapi juga bidang ilmu yang lain. Perkembangan ini secara pasti membawa dampak positif bagi perkembangan umat islam waktu itu. Di antara dampak tersebut adalah:
1. Para tokoh Islam di bidang ilmu pengetahuan menjadi pelopor-pelopor ilmu pengetahuan yang disegani dan di hormati di dunia sampai saat ini.
2. Kehidupan umat Islam sangat maju dan makmur berkat perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Dunia Islam waktu itu (dinasti Abbasiyah) di datangi oleh berbagai orang untuk belajar kepada umat Islam.
4. Peradaban dan kebudayaan umat Islam menjadi contoh di pentas dunia saat itu.
5. Umat Islam dapat berfikir kritis terhadap perkembangan budaya yang terjadi waktu itu.
6. Berkembang pusat-pusat ilmu pengetahuan di duni Islam waktu itu, seperti Baghdad, Kufah, Harran, dan lain-lain.

E. Rekonstruksi Dampak Kemajuan Ilmu Pengetahuan Umum
Setelah kita mengetahui dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan serta kegigihan para ilmuwan muslim, maka muncul pertanyaan dapatkah dampak positif tersebut kita lakukan bersama?
Jika kita dapat melakukannya, apa yang mesti kita lakukan saat ini? Siapa yang dapat mewujudkan dampak positif dari kemajuan ilmu pengetahuan tersebut saat ini? Kapan itu dilakukan? Mengapa harus dilakukan saat ini juga? Bagaimana kita melakukannya?

2 Kemajuan-kemajuan Ilmu Pengetahuan Agama.

Umat islam berhasil mencapai kemajuan di berbagai bidang karena mereka bersungguh-sungguh dalam mempelajari kitab suci Al-Quran. Mereka tidak sekedar membaca kitab tersebut, tetapi memahami dan mendalami kandungan-kandungan isinya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Usaha seperti inilah yang semestinya kita teladani dari umat Islam terdahulu.
Sejak zaman Rasulullah Saw. Al-Qur’an menjadi bacaan dan kajian utama umat Islam, sehingga kitab suci tersebut menjadi pendorong dan inspirasi umat Islam. Semangat kaum muslimin dari hari ke hari semakin dinamis sehingga mampu menghasilkan peradaban yang tidak pernah ada sebelumnya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, dorongan itu mula-mula mengerakkan lahirnya Ilmu Agama Islam. Semula hanya terbatas pada kajian Al-Qur’an dan Hadits serta dilakukan secara individu. Namun pada perkembangan berikutnya, yakni pada zaman dinasti Umayyah, Ilmu Agama Islam berkembang dalam beberapa bidang seperti tafsir, hadits, teologi, dan tasawuf.
Perkembangan yang sama juga terjadi di zaman dinasti Abbasiyah, Ilmu agama Islam ini mengalami puncak perkembangannya. Setiap bidang Ilmu Agama, di susun dengan sistematika yang baik. Banyak tokoh terkenal yang menguasai Ilmu Agama Islam dilahirkan pada zaman ini. Siapa sajakah tokoh tersebut? dan ilmu Agama Islam dan apa saja yang di kuasai mereka? Ayo bersama-sama kita pelajari uraian berikut.
A. Bidang Ilmu Hadits
Jika pada zaman dinasti Umayyah perkembangan Hadits belum begitu semarak, maka pada zaman Dinasti Abbasiyah perkembangan Hadits sudah sangat luas dan telah menghasilkan kitab-kitab hadits yang sistematis. Pada zaman ini lahirlah al-Kutub as-Sittah (enam buah kitab hadits), yaitu Sahihal-Bukhari (karya Imam Bukhari), Sahihal-Muslim (karya Imam Muslim), Sunan Abi Dawud (karya Imam Abi Dawud), Jami’at-Tirmizi (karya Imam Tirmizi), Sunan Ibnu Majah ( karya Imam Ibnu Majah), dan Mujtaba’ an-Nasa’I (karya Imam Nasa’i). Selain al-Kutubu as-Sittah masih terdapat juga Musnad Ahmad Ibnu Hanbal ( karya Imam Hanbali) dan al-Muwatta’ (karya Imam Malik bin Anas).
Selanjutnya tokoh yang kita angkat saat ini adalah Imam Bukhari sebagai salah satu tokoh hadits yang karyanya termasuk dalam al-Kutub as-Sitah sebagai wakil dari tokoh-tokoh hadits yang ada. Siapakah Imam Bukhari itu?

     Imam Bukhari
Nama Bukhari di ambil dari nama tempat kelahirannya, yaitu Bukhara. Nama Panjangnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin Bardizbah.
Semenjak kecil ia memiliki ketajaman ingatan dalam menghafal melebihi orang lain. Ia juga memiliki semangat yang luar biasa dalam belajar dan menuntut ilmu. Ketika berumur 10 tahun ia sudah berguru kepada seorang ahli hadits yang bernama ad-Dakhil. Hari-hari Imam Bukhari dihabiskan untuk belajar hadits dari satu guru ke guru yang lain. Guru-gurunya di bidang hadits lebih dari seribu orang. Imam Bukhari sendiri pernah mengatakan bahwa kitab al-Jami’ as-Sahih, atau yang dikenal denga Sahih Bukhari, di susunnya sebagai hasil dari menemui 1.080 orang guru yang memiliki keahlian di bidang hadits.
Dari seribu lebih guru yang ia temui, ia dapat mengumpulkan hadits sebanyak 600.000 buah, dan 300.000 buah diantaranya ia hafal dengan baik. Hadits-hadits yang di hafalnya itu terdiri atas 200.000 Hadits tidak sahih, dan 100.000 hadits sahih.
Imam Bukhari sangat teliti dalam dan hati-hati dalam memasukkan hadits sahih kedalam kitabnya. Kehati-hatian dan ketelitiannya itulah yang menyebabkan para ulama hadits menempatkan kitab Sahih Bukhari pada peringkat pertama dalam urutan kitab-kitab hadits yang mu’tabar. Setelah itu, barulah kitab Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-tirmidzi, Sunan an-Nasa’I, dan Sunan Ibnu Majah.
Imam Bukhari sangat produktif dalam menulis. Di antara karya-karya yang terkenal dalam bidang hadits adalah:
1. at-Tarikh as-Sagir,
2. at-Tarikh al-Ausat,
3. at-Tarikh al-Kabir,
4. Tafsir al-Musnad al-Kabir,
5. Kitab al-‘illal,
6. Kitab al-Du’afa’,
7. Asami as-Sahabah, dan
8. Kitab al-Kuna.

B. Bidang Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan ayat Al-Qur’an. Baik maksud ayat, sejarah diturunkannya Al-Qur’an, hubungan antara ayat yang satu dengan yang lain dalam Al-Qur’an dan lain-lain.
Di zaman dinasti Abbasiyah, berkembang dua metode penafsiran Al-Qur’an, yaitu metode tafsir bi al-Ma’sur dan metode bi al-Ra’yi. Metode tafsir bi al-Ma’sur adalah menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an atau dengan mengambil penafsiran dari Nabi dan para sahabat. Sedangkan metode tafsir bi al-Ra’yi adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan lebih banyak bertumpu pada pendapat dan pikiran dari pada hadits dan pendapat para sahabat. Perkembangan metode tafsir bi al-Ra’yi sangat di pengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat yang berkembang pada waktu itu. Salah satu dari beberapa tokoh tafsir adalah At-Tabari yang akan kita bahas berikut ini:.
     At-Tabari
Kalian pasti bisa meniru at-Tabari. Beliau belajar dengan tekun sejak masih sangat muda dan sudah hafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari. Ia Hidup pada tada tahun 839 -923 M. Waktunya lebuh banyak digunakan untuk belajar berbagai macam ilmu pengetahuan, terutama dibidang tafsir, hadits, fiqih, dan sejarah.
Di bidang tafsir baliau menulis Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an atau di singkat at-Tafsir at-Tabari. Dalam menulis kitab ini, at-Tabari pertama kali mengumpulkan bahan-bahan tentang tafsir bi al-Ma’sur disamping hadits, ia juga mengambil pengertian bahasa sebagai sumber yang kuat dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dalam usahanya ini, kitab tafsirnya merupakan sebuah karya yangsangat berharga, karena semakin menyempurnakan kitab-kitab tafsir yang pernah ditulis sebelumnya.
Kitab tafsir at-Tabari sampai sekarang masih dimanfaatkan para ilmuwan, baik di Timur maupun di Barat untuk menggali beberapa kenyataan dalam filologi. At-Tabari adalah seorang ahli filologi yang masyhur. Beliau juga menggali syair-syair pra-Islam guna menemukan makna ayat. Sumbangan at-Tabari yang paling utama dalam kumpulan riwayat tafsir adalah dalam ilmu filologi dan ilmu gramatika Arab.
A-Tabari sangat produktif dalam menulis buku. Dikatakan bahwa setiap hari beliau sanggup menulis 40 halaman bidang ilmu yang beliau tekuni. Diantara karya-karya at-Tabari yang lain adalah:
1. Ikhtilaf al-Fuqaha (perbedaan ahli fiqih),
2. Adab al-Qudat (Etiket para hakim),
3. Tarikh ar-Rasul wa al-Muluk (sejarah para Rasul dan para Raja-Raja),
4. Tarikh ar-Rijal (sejarah para tokoh),
5. Tahzib al-Asar (pelajaran tentang asar)

C.  Bidang Ilmu Fiqih dan Nama Imam Mazhab Serta Persebarannya
Perkembangan ilmu fiqih di zaman dinasti Abbasiyah juga sangat menonjol. Jika di zaman dinasti Umayyah, perkembangan ilmu fikih hanya pada kajian praktis, maka di zaman Dinasti Abbasiyah ilmu fikih sampai pada kajian teoritis. Pada waktu itu bermunculan mazhab fikih, sehingga berjumlah 13 macam aliran, seperti:
1. Al-Hasan al-Basri,   8.  Sufyan bin Uyainah,
2. Al-Awza’I,   9.  Ishaq,
3. Abu Hanifah, 10. Ahad bin Hambal,
4. Sufyan as-Sauri, 11. Abu Sur,
5. Malik bin Anas,  12. Dawud bin Khalaf, dan
6. Al-Lais,  13. Ibnu Jarir.
7. Asy-Syafi’I,

Dari ke 13 Mazhab tersebut pada akhirnya hanya ada beberapa Mazhab yang dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini. Apa sih Mazhab itu? Mazhab adalah aliran pemikiran dalam bidang fikih yang di ikuti oleh orang lain. Mazhab fikih yang perkembangan cukup meluas saat ini ada empat mazhab yaitu: Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Syafi’i. adapun tokoh-tokoh tersebut serta perluasan alirannya sebagai berikut:
Imam Asal Wilayah Penyebaran
Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin idris asy-Syafi’I, (Ghazah, Palestina, 150 H-767 M Wafat: Chairo, Mesir 204 H-20 Januari 820).    Mesir, Suriah, Yaman, Indonesia, Malaysia, Hedzjaz (Mekah), Arab Selatan, Bahrain, Afrika Timur (sebagian), Asia Tengah.
Hanbali Ahmad bin Muhammad bin Hanbali (Baghdad, rabiul akhir 164-780 M, wafat rabiul awal, 241-855 M). Arab Saudi (mayoritas)
Hanafi Nu’man bin Sabib bin Zauta at-Taimi (khufah 80-699 M, Wafat 150-767 M). Mesir, Suriah, Libanon, Turki, Tunsia, Turkestan, India, Pakistan, Afganistan, Balkan, Cina, Rusia, Irak.
Maliki Malik bin Annas bin Abi amir al-Asbahi, terkenal dengan sebutan imam daral-Hijrah (Madinah 93/712 M, wafat 179-798 M). Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol, Mesir.

D. Bidang Ilmu Tasawuf
Perkembangan ilmu tasawuf pada masa Dinasti Abbasiyah di tandai dengan peralihan dari tasawuf ke zuhud yaitu banyak meninggalkan kesenangan dunia untuk kebahagian akhirat. (Darsono, dkk, 2007: 61)
Adapun tokoh yang cukup menonjol di bidang ilmu tasawuf salah satunya adalah Abu Hamid al-Gazali.
Al-Ghazali
Ghazali merupakan ahli teologi, filsafat, dan tasawuf secara bermaknaan. Beliau lahir di kota Gazalah, dekat Tus di Khurasan yang waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan. Nama lengkap Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at-Tusi al-Ghazali.
Ayahnya seorang pemintal kain wol di kota Tus. Ghazali belajar Al-Qur’an pada ayahnya sendiri. Pertama kali belajar tasawuf pada seorang sufi besar Ahmad bin Muhammad ar-Razikani, yang nerupakan teman ayahnya Ghazali. Kepada teman ayahnya Ghazali juga belajar ilmu fiqih, riwayat hidup para wali, dan kehidupan  spiritual mereka.              
                       Selain itu, beliau juga menghafal syair-syair tentang mahabbah  (cinta) kepada tuhan,
                   Al-Qur’an dan sunah. Sebagai pecinta ilmu pengetahuan, al- Ghazali sering mengembara
                  ke berbgi tempat seperti Naisabur untuk belajar kepada beberapa orang guru.
Karya-karyanya tidak kurang dari 100 buah dalam berbagi bidan ilmu pengetahuan seperti teologi, fikih, tasawuf, filsafat, akhlak dan bidang-bidang yang lain. Diantara karya-karyanya yang terkenal adalah Maqasid al-Falasifah (tujuan para filusuf), dan kitab Tahafut al-Falasifah (kekacauan para filusuf). Kedua kitab ini membahas tentang filsafat.
Bukunya dalam bidang keagamaan yang terkenal berjudul Ihya’ ulum ad-Din (menghidupkan ilmu-ilmu agama), dan al-Munqizmin ad-Dalal (penyelamat dari kesesatan). Buku-buku karangannya ini pada umumnya berisi kritik-kritik dan komentar terhadap pemiliran filusuf terdahulu.
Ketika beliau menerjunkan diri dalam kehidupan sufi, beliau meninggalkan profesinya sebagai guru. Ghazali menyendiri di Masjid Damaskus dan di saat itu juga beliau menulis kitab Ihya’ Ulum ad-Din yang sangat terkenal sampai saat ini. Bertahun-tahun beliau melatih diri untuk menjadi sufi.
Menurut Ghazali tasawuflah satu-satunya jalan untuk mencapai kebenaran yang hakiki dan melalui tasawuf juga seseorang bisa dekat dengan Tuhan. Masih menurut Ghazali untuk mengetahui kebenaran hakiki seseorang harus minimal melalui lima maqamat (jenjang) yaitu:
1. Tobat, dilakukan sepenuh hati dan berjanji tidak mengulangi perbuatan jelek yang pernah dilakukan.
2. Sabar, bersabar sekuat tenaga menjaga daya yang melahirkan perbuatan baik dan dapat mempengaruhi daya yang melahirkan perbuatan jahat menjadi baik.
3. Kefakiran, berusaha menghindarkan diri dari kebutuhan dengan menyeleksi secermat mungkin kebutuhan tersebut apakah ia termasuk hal yang halal atau yang haram.
4. Zuhud, banyak meninggalkan kesenangan duniawi untuk kebahagian ukhrawi (akhirat).
5. Tawakal, berserah diri kepada Allah Swt.(Mahfuzh, 2004: 34-48)
Setelah kalian sudah mengenal beberapa tokoh ilmuwan muslim dengan bidangnya masing-masing, selanjutnya kalian coba cari tokoh ilmuwan muslim lainnya di masa dinasti Abbasiyah yang juga berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan agama Islam.

Profil Pemilik Blog

Saya lahir pada tanggal 25 Juli 1971 di Kp. Sedaleuwih Desa Puteran Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya. Penulis anak ke Tiga dari l...